Jumat, 18 April 2008

Bontang Jadi Primadona

PT Dahana Juga Tertarik Bangun Pabrik Amonium Nitrat
BONTANG-Posisi Bontang sebagai daerah industri, membuat daerah ini menjadi primadona bagi investor dalam dan luar negeri. Khususnya, untuk pembangunan pabrik amonium nitrat (AN) yang merupakan bahan baku bahan peledak.

Pekan lalu, PT Kaltim Nitrate Indonesia (KNI), yang merupakan PMA antara Orica-Australian dan Armindo Group, menggelar presentasi tentang pembangunan pabrik AN berkapasitas 300 ton per tahun. Kemarin, PT Dahana, perusahaan yang akan membangun pabrik serupa, juga menggelar presentasi di ruang pertemuan Bessai Berinta Pemkot Bontang.

“Sebagai gambaran, kebutuhan AN dalam negeri mencapai 300 ribu ton per tahun. Sementara ketersediaan dalam negeri hanya 30 ribu ton per tahun. Sehingga, kita mempunyai ketergantungan yang cukup tinggi dari luar negeri. Kontribusi terhadap ekonomi nasional, devisa minus US$ 150 juta (Rp 1,35 triliun), sedangkan nilai tambahnya hanya US$ 15 juta (Rp 135 miliar),” papar Direktur Keuangan dan Pengembangan Bisnis PT Dahana, Harry Sampurno.

Dalam presentasi tersebut juga dijelaskan, untuk pelaksanaan pembangunan dan pendirian pabrik AN, pada tahun 2004 PT Dahana telah mendapatkan persetujuan BKPM yang disarkan pada rekomendasi dan izin dari Departemen Pertahanan.

“Dari aspek hukum, berdasarkan surat Menhankam No.R/93/M/II/97 dan Surat Menhan No R/91/M/III/2006, PT Dahana ditetapkan dan diminta untuk segera merealisir pembangunan pabrik AN serta bekerjasama dengan PT Suma Energi Nusantara, Yara, PT Pupuk Kaltim, dan mitra strategis yang memiliki kompetensi,” terang Harry seraya mengatakan kalau Dahana akan terus mematuhi ketentuan perundangan lain yang berlaku seperti Amdal, regulasi sektoral dan perizinan di daerah setempat.

Menanggapi soal rencana KNI yang menggandeng Orica dan Armindo Group, perusahaan kompetitor Dahana, Harry mengaku tidak masalah.

“Kalau melihat perkembangan sekarang, saya pikir tidak ada masalah. Apalagi, pengembangan energi ke depan, bahan bakunya lebih diarahkan ke batu bara. Otomatis, kebutuhan AN juga meningkat. Jadi tidak ada masalah,” tuturnya.

Sementara itu, berbagai pertanyaan seputar proses perizinan, Amdal dan pemanfaatan tenaga kerja lokal, terungkap dalam presentasi yang dihadiri Wawali Sjahid Daroini, Kepala Bappeda Irawan P, Kadis LH dan SDA Ening Widyastuti, Kadis PU Taufik Fauzi dan sejumlah perwakilan SKPD.

”Kami sudah mengantongi perizinan dari Menhan. Terkait dengan izin-izin di daerah, kami akan mengikuti peraturan pemerintah setempat. Demikian juga soal tenaga kerja. Kalau memang bisa dikerjakan tenaga lokal, kenapa harus merekrut dari luar. Kami mempunyai pabrik di Malang dan Subang. 90 persen tenaga kerja, menggunakan tenaga lokal. Kami berharap, hal ini bisa juga diterapkan di Bontang,” tandas Harry.